SIARAN PERS - DEWAN PENGKHIANAT RAKYAT HANYA JADI TUKANG STEMPEL
Denpasar - Jumat (24/03/2023), Pada 21 Maret 2023 DPR secara resmi telah mengesahkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang. Persetujuan diambil dalam Rapat Paripurna ke-19 masa sidang IV tahun sidang 2022-2023. Perppu Cipta kerja merupakan cara licik pemerintah untuk mengakali UU No 11 Tahun tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK dan harus diperbaiki dalam jangka waktu 2 tahun pasca putusan.
Praktik Autocratic Legalism
Pengesahan Perppu Cipta Kerja merupakan bentuk dari autocratic legalism dimana pemerintah bersama DPR menjadikan kekuasaan membuat hukum melegitimasi tindakan-tindakan yang tidak demokratis . Hal ini terlihat bahwa Perppu Cipta Kerja sama sekali tidak memenuhi syarat ihwal kegentingan memaksa untuk dikeluarkanya Perpu sesuai dengan putusan MK No. 138/PUU-VII/2009.
Beberapa pasal-pasal bermasalah
Perubahan pasal 64, 65 dan 66 membolehkan perusahaan menerapkan outsourcing pada jenis pekerjaan utama. Padahal sebelumnya UU Ketenagakerjaan mengatur, outsourcing hanya dapat dilakukan jika suatu pekerjaan terlepas dari kegiatan utama atau kegiatan produksi seperti petugas keamanan atau kebersihan. Pasar tenaga kerja akan semakin fleksibel dengan ditegaskannya ketentuan mengenai tenaga alih daya alias outsourcing. Pasal 79 mengatur berkurangnya hak waktu istirahat buruh, karena, pertama, pengusaha tidak wajib memberikan waktu istirahat dua hari per minggu untuk lima hari kerja per minggu. Kedua, UU dan Perpu ini juga menghapus hak istirahat panjang selama 2 bulan bagi buruh yang telah bekerja minimal 6 tahun. Pasal 88 C, D dan F yang menunjukkan politik upah murah melalui penetapan upah yang semakin fleksibel dan tidak demokratis. Gubernur tidak lagi wajib menetapkan upah minimum kabupaten/kota, Dewan fungsi Pengupahan/Serikat Buruh hilang, dan ketentuan atau formula pengupahan dapat berubah sewaktu-waktu.
DPR Hanya Jadi Tukang Stempel
Dilihat dari segi formil dan materiilnya, Perppu Cipta Kerja jelas merupakan produk hukum yang bermasalah. Perppu Cipta Kerja merupakan bentuk nyata pengkhianatan terhadap konstitusi dan putusan MK. Namun, DPR yang seharusnya menjadi wakil rakyat justru menjadi penghianat sesungguhnya dengan mengesahkan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-undang. Tidak berimbangnya suara oposisi di senayan menyebabkan perselingkuhan nyata kekuasaan eksekutif dan legislatif dalam membuat produk hukum yang tidak memihak kepada rakyat.
BEM Universitas Udayana membuat kajian mengenai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang akan secara resmi disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR ini bukanlah tanpa sebab hal tersebut diilhami dari kegelisahan tentang betapa tidak siapnya undang-undang tersebut untuk disahkan dan diterapkan ke dalam masyarakat contohnya seperti Pasal 79 mengatur berkurangnya hak waktu istirahat buruh, Perubahan pasal 64, 65 dan 66 yang membolehkan perusahaan menerapkan outsourcing pada jenis pekerjaan utama dan yang lainnya sebagaimana seperti yang sudah dijelaskan dalam kajian kami. Untuk itu BEM Universitas Udayana membuat kajian ini demi menjawab permasalahan mengenai hal tersebut dan juga sekaligus menegaskan sikap kami terhadap isu ini.
UNIVERSITAS UDAYANA